Oleh : Dr. Afdhal Mahatta, S.H., M.H
TAHUN 2024 telah menjadi tahun penuh tantangan bagi sistem hukum dan demokrasi Indonesia. Tiga peristiwa politik besar—Pemilu, Pilpres, dan Pilkada—berlangsung hampir bersamaan, menciptakan turbulensi politik yang tak terhindarkan. Walaupun Indonesia berhasil melewati tahun politik ini dengan relatif aman, evaluasi kritis terhadap kondisi hukum dan demokrasi sangat diperlukan. Seiring berjalannya waktu, muncul pertanyaan besar: apakah sistem hukum kita benar-benar berfungsi dengan baik? Apakah demokrasi Indonesia semakin kokoh, atau justru mengalami kemunduran?
Kebutuhan Mendesak untuk Merenung
Sebagai negara hukum dan salah satu demokrasi terbesar di dunia, Indonesia seharusnya menjadi contoh dalam menegakkan prinsip-prinsip hukum yang adil dan transparan. Namun, meskipun secara teoritis negara ini memiliki sistem hukum yang kokoh, kenyataannya hukum sering diperlakukan sebagai alat politik yang dapat dimanipulasi.
Pemilu 2024, yang berlangsung di tengah ketegangan politik yang tinggi, memperlihatkan betapa rapuhnya sistem hukum dan demokrasi kita. Dari politik uang hingga hoaks dan polarisasi sosial yang semakin tajam, muncul kebutuhan mendesak untuk merenungkan apakah demokrasi kita benar-benar bekerja untuk semua pihak, ataukah hanya menguntungkan kelompok tertentu.
Politik uang menjadi salah satu isu besar yang tak bisa diabaikan dalam Pemilu 2024. Meskipun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) berupaya keras mengawasi dan mencegah praktik ini, kenyataannya politik uang tetap marak terjadi di berbagai daerah. Data dari lembaga pengawasan menunjukkan bahwa praktik ini masih menjadi faktor dominan dalam menentukan pemenang pemilu, terutama di tingkat lokal.
Sebagai contoh, laporan Bawaslu menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 1.200 kasus dugaan politik uang yang teridentifikasi di seluruh Indonesia selama periode pemilu, dengan jumlah transaksi yang diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Situasi ini menunjukkan bahwa meskipun aturan hukum ada, penerapannya sering kali tidak maksimal. Dalam hal ini, hukum tampak gagal untuk benar-benar mengawal integritas pemilu, sehingga demokrasi kita terancam oleh praktik-praktik yang merusak proses pemilihan yang seharusnya bebas dan adil.
Tingginya Ongkos Politik
Usulan Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, untuk memperbaiki sistem pemilu dan pilkada di Indonesia menjadi sangat relevan. Tingginya ongkos politik yang harus dikeluarkan oleh calon-calon pemilu tidak hanya menciptakan beban besar, tetapi juga memperburuk ketimpangan dalam akses politik.
Biaya politik yang tinggi --sering mencapai angka miliaran rupiah untuk satu kursi DPR-- menjadikannya hampir mustahil bagi calon-calon dari kelompok non-elite untuk bersaing secara setara. Hal ini memicu ketidakadilan dan melemahkan esensi demokrasi itu sendiri.
Presiden Prabowo Subianto yang menyambut baik usulan ini menegaskan perlunya reformasi pemilu untuk menekan biaya politik yang tinggi, mengurangi praktik politik uang, dan membuka peluang bagi calon-calon berkualitas untuk berkompetisi secara adil.
Kemandirian Lembaga Penegak Hukum
Salah satu indikator utama kualitas hukum dalam suatu negara demokrasi adalah kemandirian lembaga penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Di Indonesia, lembaga-lembaga ini seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum dan memastikan keadilan. Namun, pada tahun politik 2024, kinerja lembaga-lembaga ini sering kali dikritik karena dianggap menjadi alat politik yang dimanfaatkan oleh kekuatan tertentu.
Menurut catatan akhir tahun yang dibuat oleh Komisi III DPR, ada sejumlah temuan penting terkait penguatan lembaga hukum di Indonesia. Komisi III DPR memberikan catatan reflektif terhadap berbagai institusi, seperti Polri, Kejaksaan, dan KPK.
Polri, misalnya, menuai apresiasi atas keberhasilannya menangani ribuan kasus sumber daya alam yang menyelamatkan kerugian negara senilai Rp 17,55 triliun. Selain itu, Polri juga mencatat keberhasilan dalam mengungkap lebih dari 15.000 kasus narkotika, dengan barang bukti senilai lebih dari Rp 5 triliun yang berhasil diamankan. Namun, pengaduan masyarakat tentang pelanggaran etik dan penyalahgunaan wewenang menunjukkan bahwa reformasi institusi ini masih jauh dari selesai.
Dinamika hukum pada tahun ini juga menyoroti pentingnya penanganan korupsi yang lebih tegas. Kejaksaan, meskipun mencatat beberapa kemajuan dalam penanganan kasus, masih menghadapi kritik terkait transparansi dan akuntabilitas.
Komisi III DPR menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya bertumpu pada menghukum pelaku, tetapi juga memastikan pengembalian kerugian negara secara optimal. Pada tahun ini saja, Kejaksaan Agung melaporkan pengembalian kerugian negara sebesar Rp 12 triliun dari berbagai kasus korupsi yang berhasil ditangani. Hal ini menjadi perhatian khusus, mengingat korupsi yang melibatkan sektor strategis seperti sumber daya alam memiliki dampak luas terhadap ekonomi nasional.
Menyelamatkan Kerugian Negara
KPK, sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi, mencatat penurunan jumlah kasus yang ditangani, meski kualitas penyelesaian perkara dinilai meningkat. Sepanjang 2024, KPK berhasil menyelamatkan kerugian negara sebesar Rp7,2 triliun. Namun, kendala sinergisitas antara pimpinan dan dewan pengawas menjadi tantangan besar yang harus segera diselesaikan. Dalam konteks ini, perbaikan tata kelola internal menjadi kunci untuk memastikan KPK tetap relevan dan efektif.
Tahun 2024 juga diwarnai oleh keberhasilan pengungkapan sindikat besar, seperti judi online dan peredaran narkotika internasional. Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) berhasil membongkar jaringan dengan nilai kerugian dan transaksi mencapai triliunan rupiah.
Sebagai contoh, dalam operasi besar yang dilakukan pada semester kedua 2024, Polri berhasil menangkap 150 tersangka jaringan narkotika internasional dan menyita lebih dari 2 ton sabu-sabu. Keberhasilan ini harus dilihat sebagai pijakan awal untuk membangun sistem pencegahan yang lebih kuat. Kerja sama lintas lembaga perlu ditingkatkan untuk memastikan efektivitas dalam memberantas kejahatan terorganisasi.
Di ranah peradilan, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi menunjukkan kinerja solid dalam menangani perkara terkait pemilu. Mahkamah Konstitusi menerima lebih dari 500 gugatan hasil pilpres, pileg, dan pilkada, mencerminkan tingginya partisipasi masyarakat dalam mengawal demokrasi. Namun, sorotan terhadap kecepatan dan transparansi penyelesaian perkara menandakan perlunya reformasi dalam sistem peradilan untuk meningkatkan kepercayaan publik.
Masalah lain yang menonjol pada tahun politik 2024 adalah peningkatan kejahatan yang berkaitan dengan teknologi. Salah satunya adalah kasus pinjaman online (pinjol) yang semakin marak dan merugikan masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, pinjol ilegal telah menjadi masalah serius yang mengancam stabilitas ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia.
Banyak warga, terutama yang berada di lapisan ekonomi bawah, terjebak dalam perangkap utang akibat bunga tinggi dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh perusahaan pinjol ilegal terhadap nasabah yang telat membayar. Keberadaan pinjol ilegal ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga menciptakan kerusakan sosial yang lebih luas, dengan maraknya tindakan perundungan (bullying) dan ancaman fisik terhadap para debitur.
Dimensi Keamanan Siber
Dimensi keamanan siber menjadi isu yang semakin mendesak di tengah meningkatnya digitalisasi di Indonesia. Dengan perkembangan teknologi yang pesat, ancaman keamanan siber semakin meningkat, terutama dalam sektor keuangan dan transaksi digital. Selama 2024, tercatat lebih dari 3.000 insiden serangan siber yang dilaporkan, termasuk beberapa kasus besar yang melibatkan pencurian data pribadi jutaan warga Indonesia, yang mengancam kerahasiaan dan keamanan data pribadi.
Kasus serangan siber seperti peretasan data pribadi, pembobolan rekening digital, dan manipulasi data menjadi ancaman nyata yang mengintai masyarakat. Walaupun sinergi antara Polri, PPATK, dan Kominfo telah menghasilkan beberapa upaya pencegahan yang positif, namun ekosistem hukum siber Indonesia masih membutuhkan regulasi yang lebih kuat untuk mengatasi ancaman yang terus berkembang ini.
Penguatan kapasitas dan kerangka hukum di bidang keamanan siber sangat penting untuk menjaga keamanan digital nasional, melindungi data pribadi warga negara, dan mencegah terjadinya kejahatan siber yang merugikan ekonomi negara. Kolaborasi antara lembaga negara, sektor swasta, dan masyarakat juga perlu diperkuat untuk menghadapi tantangan ini. Infrastruktur hukum yang lebih baik akan memberikan kepastian hukum bagi setiap individu yang menjadi korban kejahatan siber dan memperkuat rasa aman bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Reformasi Kultural Institusi Hukum
Reformasi struktural dalam lembaga penegak hukum sangat diperlukan, namun tidak cukup hanya dengan perubahan aturan atau kebijakan. Reformasi kultural dalam institusi hukum menjadi sangat penting untuk membentuk budaya kerja yang mengedepankan integritas dan profesionalisme.
Dalam beberapa tahun terakhir, meskipun ada upaya dari Komisi Yudisial untuk memperbaiki kualitas seleksi hakim, masih banyak oknum yang terlibat dalam praktik korupsi di lembaga peradilan. Oleh karena itu, penguatan etika profesi dalam dunia hukum harus menjadi fokus utama ke depan.
Di sisi lain, pendidikan hukum juga harus beradaptasi dengan perkembangan zaman. Kurikulum pendidikan hukum perlu mengedepankan nilai-nilai keadilan sosial dan hak asasi manusia, serta mengajarkan para calon profesional hukum untuk lebih fokus pada pelayanan publik dan penegakan keadilan yang objektif. Pendidikan karakter dalam dunia hukum akan sangat berpengaruh pada kualitas keadilan yang dapat diwujudkan oleh lembaga-lembaga hukum di Indonesia.
Masih Memiliki Potensi Besar
Melihat berbagai tantangan yang dihadapi oleh sistem hukum dan demokrasi Indonesia selama 2024, kita dapat menyimpulkan bahwa meskipun terdapat berbagai kekurangan, ada pula pencapaian yang patut diapresiasi. Keberhasilan dalam memberantas kejahatan terorganisasi, pengungkapan kasus-kasus korupsi besar, serta penanganan masalah keamanan siber menjadi bukti bahwa sistem hukum Indonesia masih memiliki potensi besar untuk berkembang lebih baik.
Namun, untuk memastikan sistem hukum dan demokrasi Indonesia dapat terus berkembang dan menjadi lebih kuat, kita harus segera mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada. Reformasi hukum yang menyeluruh, peningkatan kapasitas lembaga penegak hukum, dan kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam menangani isu-isu krusial seperti kejahatan siber dan korupsi harus menjadi prioritas utama.
Dengan optimisme yang terus dipelihara, Indonesia memiliki kesempatan besar untuk memperkuat sistem hukum yang lebih adil dan demokratis, sekaligus memastikan bahwa demokrasi yang dijalankan benar-benar bekerja untuk kepentingan seluruh rakyat. Hukum yang kuat dan demokrasi yang sehat adalah fondasi yang tak terpisahkan dalam mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai negara yang adil, sejahtera, dan berdaya saing tinggi di kancah internasional.
Dr. Afdhal Mahatta, S.H., M.H, adalah dosen Prodi Hukum Universitas Agung Podomoro dan staf ahli Komisi III DPR.
Posting Komentar