![]() |
Waki Ketua DPRD Kota Padang Mastilizal Aye (Paling Kanan) Bersama Komis II Lakukan Sidak ke UPT Perparkiran Padang, Senin (21/4/25) (foto-dok ist) |
Padang, integritasmedia.com - MASALAH perpakiran di Kota Padang memang cukup kompleks. Setelah mecuatnya pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor ini yang cukup minim, kini masalah "parkir langganan" di depan toko-toko dalam Kota Padang menjadi perhatian dari berbagai kalangan.
Praktik yang disebut-sebut sebagai bentuk penguasaan sepihak atas lahan publik ini disorot langsung oleh Komisi II DPRD Kota Padang dalam inspeksi mendadak (sidak) ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perparkiran, Senin siang (21/4/25). Dalam sidak tersebut, para anggota dewan mempertanyakan transparansi dan kontribusi finansial dari sistem parkir ini terhadap PAD.
Dipimpin oleh Ketua Komisi II, Rachmad Wijaya, kunjungan itu juga dihadiri Wakil Ketua DPRD Padang, Mastilizal Aye, yang tampil vokal menyuarakan keresahan publik. Sejumlah anggota DPRD lainnya turut serta, termasuk Miswar Jambak, Cristian Rudy, Arnedi Armen, Rafly Boy, Indra Guswandi, Surya Jufri, dan Yosrizal. Dari pihak Dinas Perhubungan (Dishub), hadir Kepala UPT Parkir Verino Edwin serta pejabat terkait.
Dalam sesi wawancara bersama media, Mastilizal Aye mengungkapkan keprihatinannya terhadap praktik parkir yang disebut “langganan” atau “khusus pelanggan” di depan toko-toko. Ia menyoroti kebiasaan sejumlah pemilik usaha yang mencaplok area parkir umum dan memasangnya sebagai milik pribadi, lengkap dengan papan bertuliskan “parkir pelanggan toko A” seolah-olah lahan itu tidak lagi menjadi milik publik.
“Kami banyak mendapat laporan dari masyarakat bahwa area parkir umum di tepi jalan justru telah ‘dikuasai’ oleh toko-toko tertentu. Mereka mengklaim sepihak lahan itu sebagai milik pribadi, padahal seharusnya menjadi hak semua warga. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi juga bisa berdampak pada kebocoran PAD,” tegas Mastilizal.
Ia menambahkan, hingga kini belum ada kejelasan dari pihak UPT Parkir mengenai berapa titik parkir yang telah “diklaim” oleh toko-toko, berapa retribusi yang dibayarkan (jika ada), dan apakah dana tersebut benar-benar masuk ke kas daerah.
“Kami sudah minta datanya, tapi belum diberikan. Kalau memang ada pembayaran, kami ingin tahu ke mana masuknya? Jangan-jangan ini jadi ladang bisnis liar tanpa pengawasan. Harus ada transparansi!” tandas politisi yang dikenal vokal ini.
Lebih lanjut, Mastilizal menyebut praktik seperti ini telah berlangsung bertahun-tahun dan seolah menjadi “kebiasaan” yang dibiarkan. Ia menekankan bahwa DPRD akan menelusuri semua pola pengelolaan parkir, dan mendesak adanya pendataan ulang terhadap seluruh titik parkir di Kota Padang.
Menanggapi kritik dari DPRD, Kepala Dinas Perhubungan Kota Padang, Ances Kurniawan, memberikan klarifikasi. Ia membantah bahwa sistem parkir yang berjalan saat ini disebut sebagai “langganan”. Menurutnya, istilah yang lebih tepat adalah shared management, yakni bentuk kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha dalam mengelola lahan parkir.
Lewat pesan WhatsApp pada Senin (21/4/2025) malam, Ances menerangkan, “Kami tidak pernah menerapkan sistem langganan. Yang kami jalankan adalah pembagian pengelolaan dengan pemilik usaha, tentunya dalam kerangka aturan yang berlaku dan dengan pengawasan”. (dikutip dari dirgantaraonline.co.id)
Namun, saat ditanya soal dasar hukum pengelolaan parkir ini, Ances mengakui bahwa sistem yang berjalan masih mengacu pada Peraturan Wali Kota (Perwako), bukan Peraturan Daerah (Perda). Ia menyebut bahwa saat ini Dishub sedang menunggu proses harmonisasi dengan Kemenkum HAM agar landasan hukumnya bisa lebih kuat dan mengikat.
Padahal, dalam Pasal 73 Perda Kota Padang Nomor 1 Tahun 2024 secara tegas disebutkan bahwa pelayanan parkir di tepi jalan umum harus ditentukan oleh Pemerintah Daerah dan sesuai ketentuan perundang-undangan. Hal ini menimbulkan pertanyaan publik apakah praktik yang berjalan selama ini sudah sesuai dengan Perda yang baru tersebut?
Komisi II DPRD Padang menyatakan komitmennya untuk mengawal persoalan ini hingga tuntas. Mereka mendesak agar Dishub melakukan pendataan ulang, mengevaluasi titik-titik parkir yang dikuasai secara tidak sah, serta memverifikasi apakah retribusi dari praktik parkir tersebut benar-benar masuk ke kas daerah.
“Jangan sampai fasilitas umum yang semestinya bisa menjadi sumber PAD justru dikuasai segelintir pihak tanpa kontribusi resmi. Ini bukan soal besar-kecil uangnya, tapi soal tanggung jawab terhadap keuangan publik,” tutup Mastilizal.
Dengan sorotan tajam dari DPRD dan keraguan publik atas pengelolaan parkir yang tak transparan, polemik “parkir langganan” di Padang tampaknya akan menjadi isu serius yang menuntut penanganan segera. Komisi II DPRD menegaskan tidak akan berhenti sampai ada kejelasan regulasi, transparansi data, dan kepastian bahwa tidak ada celah bagi kebocoran keuangan daerah, khususnya dari sektor perparkiran.(mond/hen)
#dprdkotapadang #pemkopadang #dishubkotapadang #pengelolaanperpakirdipadang
إرسال تعليق